Berteduh di Kuil Sikh Pasar Baru

Rivaldo Belekubun
9 min readMay 7, 2023

--

Arah jalan membawaku menjelajahi area Pasar Baru, sebuah pasar bersejarah yang berada di pusat Jakarta. Di sana aku melihat sebuah pasar tangguh yang menolak redup dari tantangan ekonomi kota metropolitan ini. Pasar ini adalah pasar yang bangga akan masa lalunya dan tak khawatir akan masa depannya.

Kawasan depan Gapura Pasar Baru, Jakarta Pusat

Sebenarnya, selain sejarah, gapura megah, dan beberapa bangunan tua, tidak ada yang terlalu istimewa dari pasar ini. Semua yang dijual disini mulai dari tekstil, pakaian murah, hingga berbagai cemilan tradisional, dapat kamu temukan di pasar-pasar lainnya.

Namun, salah satu hal yang menarik di pasar ini adalah orang-orang peranakan India yang tinggal di sana. Banyak dari mereka menetap di kawasan pasar ini semenjak leluhur mereka pindah dari Medan ke Jakarta pada tahun 1870-an. Beberapa toko tekstil dan rumah makan India berdiri di sana selama berpuluh-puluh tahun.

Akan tetapi, bukan itu ceritaku kali ini karena informasi soal penduduk peranakan India di Pasar Baru bukanlah sebuah berita baru bagi banyak orang, termasuk aku. Ceritaku adalah soal penduduk Pasar Baru yang lebih spesifik. Aku baru tahu soal mereka ketika tidak sengaja singgah di salah satu bangunan untuk menghindari hujan. Beginilah kisahnya.

Saat itu, awan gelap telah menyelimuti langit di atas Pasar Baru. Gelegar guntur dan tetes hujan rintik-rintik menemani setiap langkahku menuju ujung timur kawasan itu. Dari teras bangunan bercat putih, kuning dan biru, seorang pria bersorban memanggilku untuk berteduh. Ia memberi topi kain dan menyapa hangat sebelum memberi isyarat silahkan masuk.

Tampilan depan kuil Sikh atau gurdwara di Pasar Baru, Jakarta Pusat, Rabu (8/2/2023)

Pria itu bernama Ravinder Singh. Ia adalah salah satu pengurus kuil Sikh atau gurdwara yang terletak di Pasar Baru, Jakarta Pusat. Kata dia, untuk masuk ke sebuah kuil tempat ibadah para penganut agama Sikh, rambut kepala harus ditutupi dengan kain penutup atau serban.

Bagi orang Sikh, aturan ini adalah kewajiban agama, namun untuk orang luar, aturan ini diterapkan untuk menghormati rumah suci tersebut. Hanya itu lah syarat untuk dapat bertamu di kuil ini. Makanya, semua orang yang ingin berkunjung atau butuh tempat untuk bernaung akan diterima dengan senang hati.

“Sudah makan?” atau “Ayo silahkan makan dulu,” adalah kalimat yang sering diucapkan orang-orang yang ditemui di kuil itu kepada orang masuk ke dalam, terutama ketika melewati area makan. Roti, susu dan kacang hijau yang disebut dal merupakan menu yang selalu tersedia di meja makan. Masakan Indonesia seperti gado-gado dan sayur lodeh, kadang-kadang dimasak sesuai dengan permintaan umat atau pengurus.

Makanan yang aku santap saat sedang berkunjung diKuil Sikh yang terletak di Pasar Baru, Jakarta Pusat, Sabtu (18/2/2023)

Siwa

Ninik (55) dan Beby (66) adalah dua dari banyak umat Sikh yang secara sukarela bekerja di sana. Mereka berdua mengurusi masakan di kuil tersebut. Hal ini dilakukan sebagai bentuk pelayanan dan pengabdian di rumah suci itu. Sudah hampir seperempat abad, mereka mengabdi di sana. Kata Ninik, pelayanan ini adalah pengamalan salah satu ajaran dalam Sikh, yakni Siwa.

Siwa berarti menjadi pekerja sosial, bekerja tanpa pamrih. Bisa jadi membantu orang lain yang membutuhkan atau membantu pekerjaan di rumah-rumah ibadah. Yang penting, kita memberikan waktu, tenaga, dan materi kita untuk kepentingan orang banyak,” ujarnya.

Siwa juga adalah acuan Ravinder dalam menjalankan tugasnya sebagai pengurus. Ia sendiri adalah keturunan dari salah satu diantara 11 orang Sikh pendiri awal kuil itu. Dia meneruskan tugas dan tanggung jawab kepengurusan kuil setelah menemukan panggilan untuk melayani di masa mudanya. Siwa di kuil, bagi Ravinder, adalah bagaimana seharusnya seorang dapat memberikan waktu dan tenaganya untuk kegiatan peribadatan tanpa pamrih dan mengharapkan imbalan materialistis.

“Seperti inilah tugas pelayanan, kami menjamu para jemaat agar dapat melakukan ibadah dengan nyaman dan lancar,” ujarnya.

Ninik (55) bersama Yanto (56) sedang memasak sayur lodeh dan kentang goreng di dapur Kuil Sikh yang terletak di Pasar Baru, Jakarta Pusat, Sabtu (18/2/2023)

Selain para umat yang ber-Siwa, ada juga tujuh orang lainnya, yang dibayar untuk tidak hanya membantu urusan dapur namun juga kebersihan kuil itu. Salah satunya adalah Yanto (56) yang sudah bekerja hampir setengah umurnya di kuil ini. Ia tinggal di Condet, Kramat Jati. Setiap pagi, ia datang ke kuil Pasar Baru dan memasak santapan pagi dan siang. Setiap Jumat siang, Yanto meninggalkan pekerjaannya dan beribadah di Masjid terdekat.

Sama dengan Yanto, keenam pekerja lainnya juga merupakan seorang muslim. Mereka juga bukan merupakan orang berketurunan India. Namun, mereka tak tinggal di wilayah Jakarta sehingga harus bermukim di kamar-kamar yang tersedia pada kuil tersebut. Bagi mereka, bayaran serta naungan bekerja di kuil tersebut cukup untuk membuat mereka kerasan dan nyaman di sana.

“Intinya, disini masakan tidak berdarah. Tidak ada daging atau ikan. Semua murni sayur dan olahannya. Paling penting adalah roti ini (mengambil satu potong roti) dan kacang ijo itu (menunjuk dal yang sedang dimasak). Kalau masakan lain biasanya ada yang minta,” kata Yanto sembari mengaduk mengaduk gorengan kentang di wajan.

Teras depan Kuil Sikh yang terletak di Pasar Baru, Jakarta Pusat, Sabtu (18/2/2023).

Rupa

Dari depan, kuil ini nampak berbeda dengan bangunan di kiri dan kanannya. Hal ini disebabkan oleh gaya bangunan dengan relief yang khas serta warna catnya yang mencolok. Warna kuning dan biru dapat ditemukan di hampir tiap tembok dan ornamen kuil ini.

Masuk ke dalam, terdapat satu ruangan berukuran 10 x 20 meter persegi, tempat untuk beribadah. Ada suatu podium berukuran 2,5 x 1,5 meter di sebelah depan kiri ruang ibadah. Podium ini biasa dipakai untuk umat dan pendeta melantunkan nyanyian-nyanyian yang diiringi dengan gendang khas India yang disebut tabla, dan instrumen organ harmonium.

Di tengah depan ruangan ini, terdapat suatu altar berkubah dengan pilar berwarna putih dan atap yang dihiasi dengan lampu-lampu. Dalam altar tersebut, tersedia tempat duduk untuk seorang pendeta Sikh dan di depannya ada Shree Guru Granth Sahib Ji, kitab suci umat Sikh yang dibalut dengan kain-kain.

Podium tempat kitab Shree Guru Granth Sahib Ji bernaung. Foto ini diambil di kuil Sikh Pasar Baru, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2023).

Lanjut ke ruang selanjutnya di bagian belakang, ada area berukuran 10 x 10 yang digunakan sebagai tempat makan. Pada area itu, dapat ditemukan meja, kursi, piring, gelas, dan dispenser minum. Adapun, ruangan kantor administratif, ruang pengurus, serta ruangan berada di area itu juga. Sedangkan, dapur, gudang, dan beberapa ruang lainnya berada di ujung belakang kuil ini.

Pintu melewati ruang ibadah biasanya tertutup saat siang hari. Maka dari itu, jalur yang paling sering digunakan untuk lalu lalang di kuil ini adalah ruangan 5 x 20 di samping kiri dari teras. Ruangan itu terhubung dengan area makan.

Di sepanjang ruang tersebut, tersedia tempat mencuci tangan lengkap dengan cermin berukuran hampir sebadan, tempat cuci piring, serta akses lift menuju lantai atas. Ada satu lagi ruang ibadah berukuran sama di lantai atas. Selain, menggunakan lift, tangga di samping area makan terhubung ke sana. Adapun, beberapa kamar hunian di lantai atas bagian belakang. Para pendeta dan pekerja tinggal di kamar-kamar tersebut.

Setiap hari, kuil itu selalu dikunjungi puluhan orang untuk beribadah harian. Orang Sikh bersembahyang tiga kali sehari, dari bangun tidur saat dini hari, lalu di waktu matahari tenggelam, sampai sewaktu sebelum tidur di malam hari. Ketiganya tidak harus di kuil. Barulah pada hari minggu, mereka beribadah di kuil bersama-sama.

Ibadah hari minggu di gurdwara Pasar Baru biasanya dihadiri hingga 300 orang. Jemaat di kuil itu tersebar dari berbagai pelosok di Jakarta, bahkan ada yang jauh-jauh datang dari Depok. Hal ini karena, di wilayah Jabodetabek, hanya ada tiga rumah ibadah umat Sikh. Selain di Pasar Baru, dua lainnya terletak di Ciputat dan Tanjung Priok.

Kegiatan nyanyian sebelum ibadah dimulai yang dilakukan oleh pendeta Sikh di kuil Sikh Pasar Baru, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2023).

Ibadah

Minggu (19/2/2023), ibadah di kuil Pasar Baru dimulai pukul 09.30 WIB. Sebelumnya, dari pukul 08.00, ada kegiatan anak-anak yang silih berganti mengumandangkan nyanyian di ruang ibadah. Menurut Ravinder, anak-anak tersebut berlatih dan mempersiapkan diri mereka untuk fase pendewasaan secara spiritual.

Lalu, mulai pukul 09.00, para pendeta Sikh mulai masuk ke ruang ibadah dan duduk di altar dan podium. Mereka mulai bernyanyi dan melantunkan puji-pujian serta doa diiringi dengan instrumen musik yang dimainkan oleh umat yang bertugas. Kemudian sampai 09.30, orang-orang mulai memasuki ruang ibadah ini.

Seorang Sikh yang masuk ke ruang ibadah akan terlebih dahulu menuju ke depan altar, memberikan penghormatan pada kitab, lalu memberikan persembahan. Sesekali, ia akan mengambil sebuah kipas yang tersedia di sekitar altar dan mengipasi kitab tersebut. Kata Ravinder, ini adalah salah satu bentuk penghormatan yang dilakukan umat Sikh kepada kitab suci tersebut. Selama, ibadah, akan ada dua orang yang terus mengipasi kitab.

Umat yang datang akan duduk di lantai menunggu ibadah dimulai sembari mengikuti lantunan nyanyian oleh pendeta. Duduk antara wanita dan pria dipisah, kiri dan kanan. Tidak ada busana khusus saat beribadah. Para pria mengenakan kemeja atau kaos dengan celana panjang. Sedangkan, wanita mengenakan pakaian tradisional India yang disebut sebagai saree. Tentu saja, penutup kepala wajib bagi semua orang.

Para wanita beragama Sikh duduk terpisah di sebelah kanan dalam area ibadah di kuil Sikh Pasar Baru, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2023).

Ketika ibadah berlangsung, para jemaat mengikuti doa-doa yang diucapkan pendeta Sikh yang memimpin ibadah. Nyanyian-nyanyian suci juga mengiringi jalannya proses peribadatan. Seluruh nyanyian, doa, hingga ceramah disampaikan dengan bahasa Hindi. Di akhir ibadah, pendeta membagi-bagikan manisan bertekstur seperti dodol. Manisan ini sekaligus merupakan pemberkatan kepada umat.

Setelah memakan manisan dan diikuti dengan doa penutup, para umat tiba di penghujung acara ibadah minggu. Lalu, orang-orang Sikh yang sudah selesai beribadah ini, bersujud, menyampaikan syukur di depan altar, kemudian menuju pintu keluar. Mereka tidak langsung membalikan badan, namun mundur tiga langkah menghadap dari altar. Membelakangi altar adalah sikap tidak menghormati.

Para umat tidak langsung pulang atau keluar dari kuil. Mereka berkumpul di ruang ibadah lantai bawah dan area makan. Hal ini karena tradisinya selesai ibadah para umat akan makan bersama. Sama seperti makanan wajib, menu yang disajikan adalah roti, susu, dan dal. Ibadah minggu saat itu ada menu tambahan yakni sayur lodeh dan kentang balado. Saat makan, mereka duduk bersama, makan, bercengkrama, dan bercanda ria.

Umat Sikh makan bersama setelah beribadah di Kuil Sikh Pasar Baru, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2023)

Dulu dan kini

Di tengah kesibukan mengatur pembagian makanan, Ravinder bercerita soal bagaimana nasib kepengurusan kuil kini. Ia membandingkannya dengan masa-masa dahulu, dimana ia diceritakan soal pengurus yang sangat berapi-api membangun dan membesarkan komunitas mereka.

Menurut Ravinder, kini para pengurus seakan kehilangan semangatnya untuk terus bertugas. Hal ini, menurutnya, dipengaruhi dengan kesibukan individual. Meski begitu, Ravinder menahan diri untuk mempersoalkan itu, karena pada intinya menjadi Siwa dapat menyita banyak waktu dan tenaga. Ia berharap, untuk waktu yang akan datang, para anak muda Sikh di komunitasnya tak meninggalkan semangat untuk ber-Siwa di kuil itu.

“Kepengurusan kuil ini akan terus silih berganti. Saya tidak akan selamanya hadir dan menjadi pengurus. Akan ada generasi penerus yang mesti turun tangan dan mengambil tugas ke depan. Saya harap mereka masih mau,” ucapnya.

Ravinder Singh, seorang pengurus Kuil Sikh Pasar Baru sedang berpose di dalam rumah ibadah tersebut, Jakarta Pusat, Minggu (19/2/2023)

Randi (28), seorang pemuda Sikh yang bersembahyang di kuil itu memiliki harapan yang serupa. Kata dia, membangun komunitas Sikh butuh kontribusi dan kerja sama. Ia merefleksikan bagaimana Kuil Sikh Pasar Baru dapat tumbuh seiring waktu. Semenjak masa berdirinya pada tahun 1955, banyak pihak yang turut berkontribusi pada pembangunan kuil tersebut. Salah satunya adalah komunitas Hindu dan Sind yang bermukim di Pasar Baru.

Mengingat sejarah, umat Sikh di Indonesia, terkhusus di wilayah Pasar Baru, adalah kaum yang bersuaka. Randi menceritakan bagaimana dahulu, leluhurnya memilih Pasar Baru sebagai tempat berlindung dari kondisi masa revolusioner di tahun 1940-an yang membahayakan mereka. Kemudian, wilayah Pasar Baru menerima kehadiran mereka, sampai umat Sikh itu mendirikan kuil ini.

“Memang benar, kuil ini adalah rumah untuk berteduh, bukan hanya untuk kaum Sikh, tapi juga untuk semua kaum,” kata Randi.

Foto-foto yang aku ambil saat berada di sana.

Area makan di Kuil Sikh yang terletak di Pasar Baru, Jakarta Pusat, Minggu (19/2/2023)
Salah satu umat Sikh sedang duduk di dekat pilar di ruang ibadah Kuil Sikh Pasar Baru, sembari mengikuti ibadah berlangsung, Jakarta Pusat, Minggu (19/2/2023)
Dua wanita beragama Sikh berfoto sesuai beribadah di Kuil Sikh di Pasar Baru, Jakarta Pusat, Minggu (19/2/2023)
Seorang ibu dan anak seusai ibadah minggu di Kuil Sikh Pasar Baru, Jakarta Pusat, Minggu (19/2/2023)
Para umat Sikh sedang duduk di ruang Ibadah di kuil Sikh Pasar Baru, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2023).
Seorang siwa sedang bertugas membantu persiapan makan siang seusai ibadah di kuil Sikh Pasar Baru, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2023).
Seorang ibu beragama Sikh memberikan sedekah kepada pengemis yang menunggu di depan kuil Sikh Pasar Baru, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2023).
Ravinder sedang memberikan makanan kepada para lansia bergama Sikh untuk mereka bawa pulang, kuil Sikh Pasar Baru, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2023).
Kegiatan nyanyian yang dilakukan oleh pendeta Sikh di streaming langsung di kuil Sikh Pasar Baru, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2023).
Setelah beribadah, seorang pria beragama Sikh sedang belanja buah di depan kuil tersebut, Pasar Baru, Jakarta Pusat, Minggu (19/2/2023)

--

--

Rivaldo Belekubun
Rivaldo Belekubun

Written by Rivaldo Belekubun

Saya suka menulis kajian mengenai isu sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Terkadang saya membahas tentang film juga.

No responses yet